Kenapa Jalan Salib dipilih untuk ‘menerima’ Paus Fransiskus?

Kenapa Jalan Salib dipilih untuk ‘menerima’ Paus Fransiskus?

Esther mengatakan bahwa Jalan Salib dipilih karena menurutnya, bentuk ekspresi lain sudah disensor dan ruang kebebasan berpendapat sudah ditutup.

Beliau menambahkan Jalan Salib seolah-olah menjadi analogi “ratapan bangsa Tuhan di Papua”.

Sembari berdoa, sembari mendekatkan diri kepada Tuhan, kami membawa isu-isu ini,” kata Esther.

Beberapa permasalahan yang diutamakan oleh Esther antara lain soal pengungsi, isu penggusuran tanah, dan permasalahan lingkungan. Masalah-masalah kemanusiaan, perdamaian, dan lingkungan, menurut pendapat Esther, adalah hal-hal yang sangat terkait dengan Paus Fransiskus.

Esther mengatakan bahwa acara Jalan Salib di Jayapura pada hari Rabu (04/09) dihadiri oleh banyak umat dari berbagai gereja dan merupakan ide dari dewan gereja Papua dan pendeta-pendeta lokal.

Paus Fransiskus, lanjut Esther, tidak direncanakan mengunjungi Papua sehingga upacara Jalan Salib yang melibatkan doa bersama di jalan diharapkan dapat “mengurangi penderitaan umat di Papua”.

Esther mendakwa upacara mereka hampir dihentikan oleh pihak berkuasa tempatan. Walaupun begitu, dia yakin bahawa keinginan mereka akan sampai kepada Paus Fransiskus.

Aktiviti sa’ng hari bukan aktiviti yang kecik. Pasti Paus menyaksikan bahwa ada aktivitas yang sedang berlangsung di Papua,” kata Esther sambil menambahkan bahwa pesan-pesan dari acara ini sejalan dengan prinsip-prinsip yang dianut Paus Fransiskus.

Hal yang sama diungkapkan oleh Koordinator Front Pemuda Mahasiswa Katolik Papua, Jeeno Alfred Dogomo, yang diwawancara oleh BBC News Indonesia di depan Kedubes Vatikan di Jakarta, pada hari Rabu (04/09).

Walaupun aspirasi langsung terhambat, Jeeno menyatakan bahwa kelompok uskup-uskup pribumi Papua sedang berusaha untuk menyuarakan aspirasi di Papua kepada Paus Fransiskus dalam agenda kunjungannya.

Kata Jeeno, perwakilan uskup dari Papua [akan] mencoba menyampaikan persoalan itu secara langsung.

Sakarataris Umum Asosiasi Pelajar Pegunungan Tengah Papua (AMPTP), Ambrosius Mulait—ya angkat pung adal asa dalam desadigitalindonesia.com perkumpulan Krossi di Jakarta—percaya bahwa Paus Fransiskus “sesungguhnya sudah mengetahui isu orang Papua”.

Menjadi permasalahannya, pemerintah Indonesia tidak mengharapkan kami berjumpa dengan Paus,” kata Ambrosius.

Bak Esther, Ambrosius mengatakan bahwa pihak berwajib berencana untuk menghentikan mereka di Jakarta. Malah, polisi sempat mengamankan salib dan poster-poster yang dibawa oleh demonstran.

Dipisahkan, Pendeta Alexandro F. Rangga anggota Ordo Fransiskan Minor (OFM) Santo. Fransiskus Duta Damai mengungkapkan bahwa masyarakat Papua merasakan kesengsaraan sejak bergabung dengan Indonesia.

“Ni merupaka akar perbedaan ideologi politik Indonesia [dan] Papua,” katanya Alexandro.

Alexandro menyebut Jalan Salib diciptakan untuk menarik perhatian Paus Fransiskus karena mayoritas orang Papua yang Kristen merasa bahwa KWI tidak mencerminkan suara orang asli Papua sehingga mereka merasa perlu “menghadap langsung kepada Paus”.

Satu anggota pimpinan Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP), Markus Haluk, menyatakan bahwa gereja-gereja Katolik memiliki peranan penting dan menjadi sumber harapan terakhir bagi masyarakat Papua, baik secara historis maupun dalam hal integritas.

Markus menyatakan bahawa walaupun ada peranan gereja lain, gereja Katolik mempunyai pengaruh dan harapan yang besar bagi umat.

Markus mengaku hingga kini ia belum menyaksikan Vatikan secara langsung mengumumkan hal apa pun mengenai Papua. Walaupun begitu, dia menegaskan bahawa sejarah perjuangan uskup-uskup di Papua yang telah menunjukkan kejujuran mereka.

Sejauh ini, Vatikan terus mengabaikan Papua. “Atawa masih sanigga” katamu Markus.

Leave a Reply