Sejumlah pendukung Prabowo-Gibran dapat jabatan komisaris BUMN 

Sejumlah pendukung Prabowo-Gibran dapat jabatan komisaris BUMN

Sejumlah pendukung presiden terpilih Prabowo Subianto mulai ditempatkan di jajaran petinggi BUMN, mengulangi praktik yang kerap terjadi pada dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pengamat dan aktivis menilai “politik balas budi” semacam ini bisa merongrong kinerja BUMN dan akhirnya merugikan negara.

Belakangan, publik ramai mempertanyakan penunjukan sejumlah pendukung Prabowo dan orang-orang dekat Presiden Jokowi sebagai komisaris dan direktur berbagai BUMN.

Pengamat menilai ada klik disini indikasi penyalahgunaan kekuasaan dari praktik “bagi-bagi jabatan” ini, sementara aktivis menyerukan agar BUMN tidak sekadar menjadi “sapi perah” penopang rezim.

Seorang mantan pendukung Presiden Jokowi yang sempat menjabat komisaris BUMN meminta publik memberi waktu pada para komisaris baru untuk membuktikan diri.

Di sisi lain, pemerintah menegaskan para komisaris BUMN terpilih telah melalui uji kelayakan dan kepatutan.

Pemilihan politikus sebagai komisaris pun dirasa wajar karena, biar bagaimanapun, setiap keputusan besar yang diambil BUMN biasanya membutuhkan dukungan politik.

‘Jangan langsung berburuk sangka’
Sebelum menjadi konsultan komunikasi Joko Widodo saat masa pemilu presiden 2014, Riza Primadi telah malang melintang di industri media.

Pada periode 1994-2009, ia sempat menjadi direktur pemberitaan SCTV, Trans TV, dan PT Adi Karya Visi – perusahaan pemasok program ke TV berbayar.

Ia pun menghabiskan setahun di Malaysia sebagai penasihat pemberitaan untuk saluran TV Astro Awani, sebelum menjadi CEO PT Content Creative Indonesia sejak 2010. Perusahaan terakhir bergerak di bidang pelatihan dan konsultasi media, utamanya televisi.

Setelah Joko Widodo menang pemilu dan menjadi presiden, Riza mendapat telepon dari Menteri BUMN Rini Soemarno pada 2015. Ia diajak “membantu” sebagai staf khusus bidang komunikasi.

Riza mengiakan dan mulai bekerja sebagai staf khusus sejak Mei 2015.

Posisi ini bisa dikatakan membuatnya kembali membumi. Setelah bertahun-tahun menjadi direktur perusahaan swasta, ia menjadi staf yang mesti hadir lebih pagi dan pulang lebih malam dari sang menteri.

Belum lagi, penghasilannya turun drastis.

Rini sepertinya menyadari keresahan Riza soal gaji. Hanya tiga bulan setelah menjadi staf khusus, Riza ditunjuk sebagai komisaris PT Kereta Api Indonesia (KAI).

“Akhirnya oleh Bu Rini dikasihlah semacam kompensasi dari kekurangan gaji dibandingkan saat saya di swasta dengan menjadi komisaris,” kata Riza pada BBC News Indonesia, Kamis (13/6).

“Itu ya kebijakan menteri untuk memberikan [tambahan pemasukan] secara halal dengan dikasih jabatan komisaris.”

Mulanya Riza kaget. Selain karena tak pernah mengincar jabatan komisaris BUMN, ia sama sekali tak punya latar belakang terkait industri kereta api.

Namun, ia kembali menyetujui. Selain mendapat tambahan pemasukan, Riza merasa itu kesempatan yang baik untuk belajar hal baru.

Dan, Riza pun relatif awet di PT KAI. Ia di sana dua periode. Pertama sebagai komisaris dari Agustus 2015 hingga Agustus 2020, kedua sebagai komisaris independen dari Maret 2021 hingga Maret 2024.

Selama itu, ia merasa mampu menjalankan tugas dengan baik sebagai komisaris. Ia mempelajari dari nol seluk-beluk industri kereta api dan selalu berusaha menjadi “sparring partner” bagi para anggota direksi.